Dulu gue punya teman, my best friend, dan kita sering ngobrol. Dan kita bisa connect, ketika gua sama sekali ga punya temen buat diajak bertukar pikiran. Gua sering nyamperin dia ke rumah. Dan biarpun rumahnya agak jauh, tapi quality friend is more important than quantity.
Jadi ada salah satu percakapan kami yang masih gua inget sampe sekarang. Kita becanda dan ketawa haha-hihi, trus gua bilang “Kita ini disuruh jadi be yourself, jadi diri sendiri. Tapi bagaimana kita bisa jadi diri sendiri, kalau kitanya sendiri tidak benar-benar tahu siapa diri kita yang sebenarnya?”
Itu dulu, mungkin salah satu hal yang keluar dari pemikiran murni filosofis dari diri gua. Mungkin pertanyaan itu sebenarnya adalah sebuah sinyal dalam diri gua yang mulai mempertanyakan jati diri gua yang sebenarnya. Dan gua mengenang interaksi kami itu, sebagai hal yang berharga.
Gua ga punya teman cui. Nanda adalah mungkin satu-satunya teman gua dan juga yang paling akrab. My best friend. Sekarang dia udah nikah, punya dua anak, dan kerja nerusin kerjaan ayahnya sebagai perangkat desa + PNS di SD deket rumah.
Dan kalau sekarang gua jadi orang kaya, gua ga akan lupa sama dia. Biarpun waktu telah berlalu 10 tahun, itu adalah waktu yang lama untuk sebuah perpisahan, sampai-sampai dia sekarang lupa kalau gua nih dulu sebenernya adalah teman terdekatnya; tapi dari sisi gua, gua ga akan lupa.
Dan gua pengen dia ingat, siapa diri gua buat dia. Kalau gua nih best friend-nya dia. Dia tuh best friend gua.
“Kita ini disuruh jadi be yourself, jadi diri sendiri. Tapi bagaimana kita bisa jadi diri sendiri, kalau kitanya sendiri tidak benar-benar tahu siapa diri kita yang sebenarnya?”
Dan sekarang, gua udah nemuin jawabannya, Nda.