Jadi kemarin kan Deddy Corbuzier bikin video yg lalu viral, merespon anak2 yg komplain kalau makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) itu ga enak. Nah itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kemudian menyatakan kalau video Deddy tersebut merupakan suatu bentuk kekerasan psikologis terhadap anak.
Gua sih awalnya ga berpikiran kalau video Deddy tsb adalah bentuk kekerasan psikologis terhadap anak. Gua kirain cuma video viral biasa, Deddy bertelanjang dada dan marah2; sama kayak Lolly kemarin yg marah2 juga sama emaknya. Trus setelah gua denger berita: KPAI mengkritik video Deddy merupakan sebuah bentuk kekerasan buat anak, ya gua juga mikir “oh iya juga ya” gua setuju, video Deddy itu memang merupakan suatu bentuk kekerasan terhadap anak.
Iya, bener cuy gua mikir. Gua awalnya ga berpikiran kalau video Deddy itu termasuk bentuk kekerasan terhadap anak-anak. Gua mikirnya ya sudah, seleb Deddy lagi marah2. Dan itu gua rasa hal yg lumrah. Banyak koq sekarang selebrity atau selebgram yg upload video mereka lagi marah2. Tapi kemudian gua baca berita kalau KPAI mengkritik video Deddy tsb sbg bentuk kekerasan psikologis terhadap anak. Dan gua setuju.
Si Deddy kan bertelanjang dada sambil marah2 dan ditujukan kepada anak2. Nah itu gua setuju sama KPAI yg bilang kalau hal itu dapat berdampak buruk pada psikologis anak yg menonton video tersebut.
Serem banget om om botak bertelanjang dada marah2in anak yg komplain kalo makanannya ga enak.
Tapi yg jadi inti permasalahan yg pengen gua soroti bukan pada soal apakah video tersebut benar2 kekerasan psikologis pada anak, tapi pada bagaimana kritik KPAI tsb menunjukkan kematangan berpikir.
Di sini kritik KPAI ini murni adalah hasil pemikiran KPAI itu sendiri, bukan karena niru2 pemikiran luar negeri kayak USA atau Eropa, tapi murni pemikiran KPAI itu sendiri dalam menganalisa dan menilai suatu peristiwa yg terjadi di dalam negeri dengan kacamata dan konteks dalam negeri juga.
Di sini gua melihat bagaimana KPAI menunjukkan kemampuan untuk mengkritik dan menganalisa masalah sosial dari sudut pandang dan dengan pendekatan lokal juga. Ga cuma ikut2an trend analisa sosial yg terjadi di USA. KPAI mampu berpikir mandiri dalam menilai fenomena sosial yg terjadi di masyarakat.
Ini gua artikan sebagai sinyal kematangan berpikir para praktisi dan pengamat di Indonesia, yg tidak sekadar ikut2an trend global. Tapi secara mandiri mampu berpikir kritis dan benar. Dan itu adalah hal yg lebih penting yg gua lihat, daripada apakah benar video Deddy tsb adalah memang sebuah bentuk kekerasan psikologis terhadap anak.
Kritik KPAI adalah lebih berarti daripada apakah benar video Deddy kemarin benar adalah bentuk kekerasan psikologis pada anak. Buat gua, keberanian KPAI dalam mengambil sikap dan berpikir kritis, serta mandiri merupakan sebuah kemajuan dalam berpikir sosial di Indonesia.