Gua happy sama kemiskinan lu

Gua happy sama kemiskinan lu

Dengan sistem kayak gini, lo bukan siapa2 dan ga bakalan jadi siapa2 di negara ini. Gua dulu juga bukan siapa2 dan ga bakalan jadi siapa2 di negara ini juga. Kalau bukan karena gua terkenal di USA, gua juga paling masih tetap bakalan jadi bukan siapa-siapa. Kayak kalian, yg adalah bukan siapa2, dan ga bakalan jadi siapa2; sampai kapanpun, lu gua kagak bakalan jadi siapa2 di negara ini karena alasan kemiskinan struktural yg mendarah daging.

Sama kayak kalian. Kalau kalian ngarepin bisa jadi siapa-siapa negara ini, itu kagak bakal terjadi dah. Kalian harus terkenal di luar negeri dulu, baru bisa ngakalin sistem negara ini, terutama sistem negara yang disebut kemiskinan struktural.

Nah, apa itu yang disebut kemiskinan struktural, dan kenapa gua malah happy sama sistem tersebut? Bukannya gua harus prihatin dan coba bantuin kalian biar terlepas dari jerat kemiskinan yang terstruktur ini?

Iya sih, emang kemiskinan struktural adalah sistem internal negara yang sangat lumrah di Indonesia. Dan gua juga gak menyangkal kalau sistem kemiskinan struktural di negara ini itu sangat kuat sekali, berakar dan tumbuh kokoh seperti pohon yang tumbuh puluhan tahun.

Tapi kan yang jadi miskin itu kan lo pada, bukan gue. Kalau gue kan kaya cuy. Jadi kalau lo miskin ya, lo tetep bakalan jadi miskin. Kalau gue kaya ya, itu urusan gue. Kalau lo miskin ya, itu urusan lo sama negara lo.

Nah yang gue suka dari adanya sistem kemiskinan struktural di Indonesia ini adalah karena yang miskin tetap jadi miskin, dan yang kaya akan tetap jadi kaya. Maka dari itu gue sebenarnya harusnya turut prihatin sama kalian yang terjebak dalam sistem terstruktur ini. Namun, dengan adanya sistem kemiskinan struktural ini yang membuat orang miskin tetap menjadi miskin, itu berarti orang-orang dari masa lalu gua, yang benci sama gua, yang sekarang ini bukan siapa-siapa dan miskin, mereka akan tetap hidup menjadi orang miskin juga dong. Dan gue suka itu.

Mereka gak bakalan jadi orang kaya karena dijamin oleh sistem kemiskinan struktural ini. Nah, disitulah gue setuju sama adanya kemiskinan struktural, karena orang dari masa lalu gue yang dulu jahat sama gue, dan sekarang miskin, kerjanya susah, ada yang jadi kuli, ada yang jadi supir truck–gitu tetep bakalan jadi orang miskin juga sampai taulah, mungkin akhir hayat mereka. Dan kagak bakalan dah, nearly impossible buat mereka untuk merubah nasib menjadi orang kaya. Sedangkan gua juga gak bakalan mau bantuin mereka soalnya mereka dulu jahat-jahat sama gua.

Gua tuh seharusnya prihatin sama kalian, kok gue malah berbahagia kalian bakalan tetap jadi miskin seumur hidup kalian? Iya, karena kan kemiskinan struktural ini akan membuat orang-orang dari masa lalu gue yang sekarang miskin tetap jadi miskin dan susah hidupnya. Dan gua emang maunya mereka tetap miskin gitu sih. Jadi kalo kalian juga miskin, ya gua prihatin. Tapi ya cukup prihatin gitu aja. Faktanya malah gua bahagia dengan diterapkannya sistem kemiskinan struktural ini, orang-orang yg dulu jahat sama gue bakalan tetap miskin dan susah hidupnya.

Jadi buat gue sistem kemiskinan struktural ini tidak secara sepenuhnya buruk karena pada dasarnya kemiskinan struktural ini juga membantu gue buat menerapkan suatu kondisi dimana orang masa lalu gue yang dulu jahat sama gue, sekarang hidupnya susah gitu, hidupnya bakalan dijamin tetap susah.

Jadi kalau sekarang kalian ini bukan jadi siapa-siapa dan hidup kalian susah, dan kalian adalah orang miskin di negara ini, itu sampai kapanpun kalian juga bakalan, gue rasa hidup kalian tetap bakalan susah. Hidup sebagai orang miskin sulit untuk bisa naik, meraih harta berlipah. Karena sistem kemiskinan struktural yang secara masif ada di Indonesia itu menjamin orang yang miskin tetap miskin dan orang yang kaya bisa tambah kaya.

Kalau di USA, kemiskinan struktural itu lebih jarang ditemuinnya. Meskipun kalau di sana itu kalau miskin, miskin banget; bahkan lebih miskin dari kita. Tapi di USA itu disamping adanya kemiskinan, juga ada banyaknya “opportunity”, kesempatan. Ada banyak kesempatan untuk merubah nasib; dari yang miskin menjadi kaya, yang kaya tambah kaya. Itulah yang membedakan Indonesia sama USA, yang sama-sama punya kemiskinan pada masyarakatnya. Tapi kalau di USA itu tersedia banyak kesempatan, opportunity untuk merubah nasib. Sedangkan di Indonesia, tidak ada.

Apalagi kalau di Indonesia ini, udah miskin secara terstruktur, dan juga ga ada banyak kesempatan / opportunity buat merubah nasib. Jadi, kalau lo saat ini bukan jadi siapa-siapa, dan kalau lo saat ini adalah merupakan orang miskin, ya lo bakalan tetap jadi miskin, ya lo bakalan tetap jadi bukan siapa-siapa. Karena kesempatan buat merubah itu kecil sekali, bahkan hampir tidak ada. Balik lagi, kita ngomongin kemiskinan struktural.

Kemiskinan struktural menjamin orang yang bukan siapa-siapa dan orang miskin tetap menjadi miskin dan bukan menjadi siapa-siapa. Mungkin harusnya gua prihatin sama kalian. Tapi di sisi lain ini menguntungkan buat gua karena orang-orang yang jahat sama gua dulu yang saat ini bukan menjadi siapa-siapa dan masih miskin itu, mereka bisa dipastikan bakalan tetap jadi bukan siapa-siapa. dan terutama – miskin (seumur hidup mereka).

Maka kalau kalian saat ini sedang bukan menjadi siapa-siapa dan juga masih miskin di negara ini, kalian harus tahu bahwa di Indonesia ini ada yang namanya sistem kemiskinan struktural. Yang mana orang miskin tetap menjadi miskin, secara sistematik memang dirancang demikian.

Gua aja kemarin mau meniti karir naik ke puncak, banyak banget yg menghalangin. Itu mereka yg Top Tier Haters itu, mereka kan bukan siapa-siapa juga setelah mereka jadi versi terbaik diri mereka. Cuma jadi presenter TV dan pengamat politik, yang iri, yang ga mau liat orang lain lebih sukses dari mereka.

Untung aja gua kuat, jadi bisa mengatasi masalah tersebut. Lha tapi kalo kalian, mau meniti karir, mau merubah nasib, bakalan banyak yang berusaha menjegal jalan kalian. Nah itu juga salah satu bagian dari budaya kemiskinan struktural. Tidak suka dan tidak suportif terhadap orang lain yang memiliki potensi lebih besar dari mereka. Padahal kan kalau menggunakan pendekatan yang lebih bersahabat, potensi itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan bersama.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *